Kompol Ryan Dodo Hutagalung, Wakapolres Gorontalo, mengonfirmasi adanya laporan resmi terkait kasus ini. Sementara itu, Brigadir Jabal Nur dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Gorontalo mengungkapkan bahwa hubungan terlarang antara keduanya telah berlangsung cukup lama.
Pihak sekolah, yang diwakili oleh kepala sekolah berinisial TB, mengaku telah melakukan pemeriksaan internal sebanyak dua kali sebelum video tersebut viral. Namun, kedua pihak yang terlibat membantah adanya hubungan terlarang saat diinterogasi. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas prosedur investigasi internal sekolah.
Menyikapi skandal ini, pihak sekolah telah mengambil langkah dengan menonaktifkan oknum guru dari jadwal mengajar dan memberikan cuti selama enam hari. Selanjutnya, status guru tersebut akan diserahkan kepada Kanwil Provinsi Gorontalo untuk tindak lanjut. Adapun siswi yang terlibat direncanakan akan dikeluarkan atau dipindahkan demi menjaga integritas sekolah.
Kasus ini menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan di institusi pendidikan, terutama yang berbasis keagamaan. Diperlukan pendekatan yang lebih proaktif dalam mendeteksi dan mencegah perilaku tidak etis antara pendidik dan peserta didik.
Masyarakat Gorontalo kini menuntut transparansi dalam penanganan kasus ini dan berharap ada reformasi signifikan dalam sistem pendidikan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Peristiwa ini juga menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya pendidikan karakter dan etika profesional bagi para pendidik.
Sementara proses hukum terus berjalan, kasus ini telah membuka diskusi lebih luas tentang keamanan dan kesejahteraan siswa di lingkungan sekolah, serta tanggung jawab institusi pendidikan dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik.
